SERANG, AktualBanten.Id – Sejumlah orang tua siswa SMPN 1 Cinangka yang berjumlah 600 orang lebih mengaku keberatan dengan rencana pembangunan ruang kelas baru yang membebankan pembelian pengadaan tanah untuk lokasi ruang kelas tersebut kepada orang tua siswa sebesar Rp. 250.000,00. (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

Sebut saja Waryo (bukan nama sebenarnya-red) Salah seorang wali murid yang berhasil dimintai keterangan mengungkapkan meski komite sekolah sebelumnya mengundang rapat orang tua siswa, dirinya merasa keberatan karena sepengetahuannya pemerintahlah yang harusnya menyediakan tanah untuk pembangunan ruang kelas bukannya warga belajar.

“Ditengah sulitnya ekonomi seperti ini harusnya pemerintah peka dengan kondisi warga masyarakat, ini malah membebankan pembelian tanah untuk ruang kelas kepada wali murid, ini kan namanya menyengsarakan rakyat,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Komite Sekolah SMPN 1 Cinangka H. Oom ketika dihubungi melalui saluran telepon selulernya mengatakan, pungutan tersebut bersifat tidak memaksa dan sudah dirapatkan atau dimusyawarahkan oleh komite sekolah dengan orang tua siswa.

“Ini sifatnya sukarela pak dan tidak memaksa, saya sudah bicara dengan Bupati waktu itu membicarakan terkait kebutuhan sekolah ini, karena rencananya sekolah mau membangun ruang kelas baru dan lokasi untuk pembangunannya tidak ada maka kami berinisiatif untuk meminta sumbangan dari orang tua murid kebetulan ada tanah yang bersebelahan dengan sekolah milik orang jakarta jadi rencananya kami mau membelinya,” beber H. Oom Ketua Komite Sekolah.

Ditempat terpisah Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia PPWI Provinsi Banten Abdul Kabir Al- Bantani mengatakan bahwa menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang ditetapkan dan diundangkan pada 30 Desember 2016, Permendikbud tersebut sangat jelas bahwa Komite Sekolah tidak boleh mengambil atau melakukan pungutan pada murid, orang tua atau wali murid.

“Di Pasal 10 ayat (2) disebutkan, bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud, berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan berbentuk pungutan kepada wali murid,” tegasnya.

Lebih jauh Abdul Kabir Albantani menjelaskan. Menurut Pasal 6 poin (1), pembiayaan pendidikan dengan melakukan pungutan hanya dibolehkan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sedangkan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat/daerah tidak diperkenankan untuk menarik pungutan.

“Sekolah hanya boleh menerima sumbangan dari masyarakat, sepanjang dia memenuhi kriteria untuk disebut sebagai  sumbangan, yakni bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya oleh satuan pendidikan,” imbuhnya.

Walau sudah ada aturan yang melarang untuk dilakukan pungutan, namun masih ada saja oknum-oknum yang menyalahgunakan peluang sumbangan sebagaimana dengan ketentuan. Baru-baru ini ada laporan yang diterima Ketua PPWI Banten dari orangtua siswa yang menyebut di SMPN 1 Cinangka meminta sumbangan ke orang tua/walinya, namun ditentukan minimal Rp.250.000,00.

“Kalau ada minimal itu bukan sumbangan, tetapi pungutan, ini modus mencari celah dan pembenaran yang kerap dilakukan para oknum untuk melakukan pungutan berkedok sumbangan. Pungutan dikemas sedemikian rupa agar terlihat seperti sumbangan, namun di dalamnya ada syarat minimal jumlah, ini jangan dibiarkan dan dinas pendidikan Kabupaten Serang sebagai stake holders harus menindak tegas para pelaku oknum komite seperti yang terjadi di SMPN 1 Cinangka. Kalau perlu seret persoalan ini ke ranah hukum,” pungkas Abdul Kabir. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *