Lebak, AktualBanten.ID – Pada tahun anggaran (TA) 2023 ini, Dinas Pekerjaan Umun dan Penataan Ruang (PUPR)  provinsi Banten,  melaksanakan kegiatan kontruksi rehabilitasi jaringan irigasi, diantaranya Daerah Irigasi (DI) Cisangu Atas dan Cisangu Bawah. Berdasarkan papan informasi kegiatan, pekerjaan kontruksi rehabilitasi DI Cisangu Atas menelan anggaran sebesar Rp.3,8 milyar lebih,  dan DI Cisangu Bawah menelan anggaran sebesar Rp.6,9 milyar lebih. Namun, kegiatan yang dilaksanakan melalui Dinas PUPR Provinsi Banten ini, dikritisi oleh sejumlah aktivis di Kabupaten Lebak. Pasalnya, dari kedua kegiatan yang dilaksanakan ini, terdapat perbedaan mencolok, baik soal teknis pelaksanaan kegiatan, maupun bahan material yang digunakan.

“Untuk pekerjaan DI Cisangu Atas, saya melihat terdapat penggunaan material tidak sesuai spesifikasi, semen dengan merk dengan harga dibawah standar RAB, Sementar Cisangu Bawah, dia menggunakan semen Ready Mix sebagian dan semen biasa sebagian, kalo dari harga, dipastikan terdapat selisih, yang berpotensi mark-up harga” ungkap Mamik Selamet, Koordinator Badan Koordinasi Lembaga Swadaya Masyarakat (BK-LSM) Kabupaten Lebak.

Menurut Mamik Selamet, selain adanya perbedaan penggunaan bahan material bangunan, teknis pekerjaannya pun terkesan asal-asalan, sehingga di beberapa titik pekerjaan, nampak tidak maksimal. Hal itu menurut Mamik, tak luput dari konsultan pengawas yang lalai dalam melaksanakan tugasnya.

“Kan ada konsultan pengawas, seharusnya merekalah yang bertugas melakukan pengawasan di lapangan, agar pekerjaan dilaksanakan dengan mengacu pada desain gambar dan RAB kontrak yang sudah ditandatangani oleh pihak pelaksana, dalam hal ini perusahaan pemenang tender proyek, jangan malah terkesan aji mumpung,” tandas Mamik.

Pada bagian lain, kegiatan proyek  pembangunan jalan inspeksi sebagai sarana penunjang irigasi sepanjang 1,2 Kilometer yang terletak di Desa Panancangan Kecamatan Cibadak Kabupaten Lebak masuk kedalam daerah irigasi (DI) Cisangu Bawah disoal berbagai pihak. Pasalnya tanah yang digunakan untuk pengurugan jalan inspeksi tersebut menuai berbagai persoalan mendasar terkait perijinan dan koordinasi dengan pemerintahan setempat.

Ketika ditemui wartawan, pelaksana kegiatan yang mengaku bernama Azim menjelaskan, selaku pelaksana lapangan pihaknya tidak tahu menahu terkait perijinan dan koordinasi kewilayahan dengan pemerintahan setempat karena hal ini ditangani langsung oleh kantor sedangkan ia hanya melaksanakan perintah menangani pekerjaan dilapangan.

“Untuk perijinan dan koordinasi wilayah saya tidak tahu pak karena langsung oleh kantor, sedangkan tanah yang kami gunakan untuk kegiatan pengurugan jalan inspeksi irigasi kami dapatkan dari perumahan yang dekat dengan lokasi (membeli-red) sebagian lagi dari lokasi proyek, alat berat yang digunakan memang kami yang menyediakan tetapi estimasi pemakaian alat dan BBM mereka yang bayar pak,” ujar Azim.

Terpisah. Sekretaris Kecamatan Cibadak Dedi Ocod saat dikonfirmasi  awak media ini mengatakan selama ini pihaknya hanya pernah dihubungi satu kali oleh CV Zahra selaku pelaksana kegiatan pembangunan irigasi di Desa Panancangan. Selanjutnya tidak ada lagi yang datang.

“Memang pernah ada satu kali kesini, tapi itu saat mau dimulai kegiatan pembangunan irigasinya sedangkan terkait kegiatan pengurugan jalan inspeksi yang tanah urugannya menggali dari daerah sekitar proyek kami belum tahu, ini saya baru saja hubungi pemilik tanah perumahan itu untuk datang kesini,” terang Dedi Ocod pejabat yang nyaman dengan kepala plontosnya dan selalu hamble dengan wartawan ini .

Ditambahkan Mamik Slamet, Ketua Badan Koordinsi Lembaga Swadaya Masyarakat (BK-LSM) Kabupaten Lebak yang juga Aktivis yang sudah malang melintang mengawasi kegiatan PUPR Banten ini menyebut bahwa, sejak awal kegiatan ini memang tidak mengindahkan tahapan – tahapan baku dalam melaksanakan kegiatan proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Banten senilai 6,9 Milyar lebih ini, terutama masalah Anilasi Mengenai Dampak Lingkunganya (AMDAL).

“Dari awal kan sudah jelas proyek milyaran rupiah ini kurang sosialisasi dengan semua pihak yang ada disini, jadi selalu ada kesan ada yang disembunyikan oleh CV Zahra dalam kegiatan ini, belum lagi kalau kita soal terkait hasil Amdalnya apakah mereka punya?, padahal ini kan prinsip dasar memulai proyek dan amdal itu melibatkan masyarakat dan pemerintah setempat, Alat Pelindung Kerjanya gimana? Apakah sesuai SOP dalam proyek kontruksi skala besar dengan melibatkan alat berat dan berbahaya, saya melihat tidak ada tuh yang sesuai,” ucap Mamik Slamet.

Lebih lanjut Mamik Slamet mengatakan pihaknya selaku bagian dari sosial kontrol yang ada di Kabupaten Lebak akan segera menyurati pihak PUPR Provinsi Banten untuk mempertanyakan petunjuk teknis dan pelaksanaan serta Standar baku pemakaian alat pelindung kerja dalam pelaksanaan proyek irigasi tersebut.

“Ya kita akan pertanyakan semua kepada PUPR Provinsi Banten selaku pemberi pekerjaan, anggaran milyaran masa seperti itu pelaksanaanya,” pungkas Mamik. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *