LEBAK, AktualBanten.ID – Sejumlah warga masyarakat Desa Mekarjaya Kecamatan Panggarangan yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Pembangunan (AMPP). Melakukan unjuk rasa di depan kantor Desa Mekarjaya, namun aksinya tidak mendapatkan dukungan dan simpatik dari Masyarakat setempat, terbukti unjuk rasa yang diwarnai luapan emosi korlap aksi saat diajak audiensi di dalam kantor desa hanya diikuti oleh 6 (enam) orang warga plus 1 (satu) orang warga luar Desa. Kamis 01 Februari 2024.

Ada 19 poin yang disampaikan oleh Muhro korlap aksi soal proyek yang dikorup Kades Mekarjaya, bahkan menurutnya AMPP sudah melaporkan ke kejaksaan Negeri Rangkasbitung. tetapi tanpa menjelaskan berapa yang dikorupsi dan darimana data korupsinya. Akibatnya aksi tersebut tidak mendapat simpati masyarakat, malah mendapat berbagai kecaman dari warga Mekarjaya karena sudah menuduh Kades Sudirman tanpa dasar.

Aksi yang lebih banyak penonton ketimbang simpatisan ini dinilai Yayat Ruyatna selaku ketua Forum Lembaga Swadaya Masyarakat Kabupaten Lebak penuh tendensi dan lebih cenderung ke arah fitnah karena tidak didasari oleh data yang valid dan dokumen pendukung hasil investigasi terkait realisasi kegiatan serta jumlah nilai korupsi yang dituduhkannya terhadap Kepala Desa Mekarjaya.

“Saya hadir melihat dan mendengar Koordinator aksi Muhro, dalam orasinya menuduh bahwa kades Mekarjaya Sudirman, S.Pd,. melakukan korupsi disemua program pembangunan Desa yang dibiayai dari Dana Desa (DD) tahun 2023, tanpa menjelaskan dan memberikan data yang dapat dipertanggungjawabkan, ini berpotensi fitnah karena tidak menguraikan secara kongkrit dengan didasari oleh validasi data dan bukti otentik jenis kegiatan yang dikorupsi kades. Kalau hanya sekedar menuduh atau asumsi serta opini pribadi, kan tidak bisa dijadikan dasar pihak aparat penegak hukum untuk melanjutkan atau meningkatkan status seseorang menjadi tersangka. Ini juga yang terjadi disini,” ungkap pria asli Lebak Selatan ini.

Lebih jauh Yayat Ruyatna menjelaskan, pihaknya bersama Tim investigasi independen yang terdiri dari anggota FK-LSM Lebak serta awak media yang berada dibawah naungan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Kabupaten Lebak secara khusus sudah melakukan uji petik dengan turun langsung ke lapangan melihat secara langsung fisik kegiatan realisasi dana desa Mekarjaya sesuai dengan informasi yang sebelumnya didapatkan dari AMPP.

“Sebagai ketua organisasi Forum LSM, mendapat informasi seperti itu saya berinisiatif untuk turun langsung ke lapangan di Desa Mekarjaya dan membentuk tim independen bersama kawan – kawan dari organisasi pers PPWI Lebak. Berdasarkan hasil investigasi kami ke semua titik kegiatan yang menjadi persoalan merebaknya tuduhan tipikor yang dilakukan Kades Mekarjaya, kami tidak menemukan telah terjadinya tindak pidana korupsi seperti yang dituduhkan. Bahkan yang justru mengagetkan kami, berdasarkan dokumen dan data yang ditemukan kami di lapangan, persoalan yang terjadi di Desa Mekarjaya ini muncul karena adanya konflik kepentingan dari segelintir masyarakat yang tidak puas dan tidak terima dengan kebijakan yang diambil kepala desa, bukan tanpa dasar kepala desa mengambil kebijakan ini, justru karena opsi yang ditawarkan oleh segelintir kelompok masyarakat tersebut dianggap kades tidak masuk akal, bahkan sudah pernah terjadi karena salah pengelolaannya, aset desa mekarjaya sempat ada di pihak ketiga dan akhirnya kepala desa harus mengambilnya karena didesak oleh pihak inspektorat untuk segera dihadirkan untuk diperiksa dan di audit karena dapat menghambat pembangunan yang sudah direncanakan dalam RPJMDes Mekarjaya,” ungkap Yayat Ruyatna.

Selain pemaparan hasil kajian dan investasi mendalam Ketua LSM Lebak Yayat Ruyatna, satu hal yang menjadi sorotan Ketua PPWI Lebak Abdul Kabir Albantani adalah orasi yang disampaikan oleh Korlap aksi Muhro yang secara tegas dan tanpa tedeng aling – aling menuduh kades Mekarjaya memakan uang Rakyat, dan Pembangunan di Desa Mekarjaya hanya  kedok doang, yang sesungguhnya hal itu menurutnya hanya jadi ajang korupsi untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, merupakan tuduhan serius yang harus dibuktikan kebenarannya karena bila tidak, ini akan menjadi fitnah yang mencemarkan nama baik seseorang dan dapat di pidana.

Ketua organisasi pers yang juga pimpinan sebuah media online yang berafiliasi dengan beberapa kantor firma hukum ini  juga menegaskan bahwa, pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara, itu juga yang menurutnya kenapa pihak kejaksaan tidak serta merta mengambil keputusan dalam menentukan status seseorang hanya karena laporan dan tekanan dari lembaga sosial kontrol. Ini perlu kehati – hatian karena kalau salah justru menjadi blunder bagi kejaksaan.  

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan untuk kesalahan yang didakwakan kepada seseorang”. Dengan demikian, agar tuduhan atas suatu tindak pidana berdasarkan hukum, harus mempunyai alat bukti yang cukup sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan jangan asal nuduh,”ujarnya.

Menuduh orang tanpa bukti dapat dikategorikan sebagai fitnah. Ketentuan mengenai fitnah diatur dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya empat tahun.

Unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP yaitu barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak Rp4,5 juta.

Begitu pula dalam Pasal 434 UU 1/2023 tersebut berkaitan dengan pasal 433 UU 1/2023 tentang pencemaran yaitu setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran dengan pidana paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.

Jika perbuatan tersebut dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda maksimal kategori III Rp50 juta.

Dengan demikian, hukum menuduh orang tanpa bukti atau fitnah dapat dikenakan bagi setiap orang yang menuduhkan suatu hal dengan maksud agar tuduhannya diketahui umum, namun tidak bisa membuktikan tuduhannya.

“Menyampaikan pendapat dimuka umum itu dilindungi undang – undang, tetapi implementasinya harus sesuai dengan undang – undang juga, jangan tendensius menuduh seseorang tanpa ada dasar yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Persoalan pribadi jangan dibawa ke ranah organisasi apalagi membawa – bawa hukum dalam penyelesaiannya, selesaikanlah secara adat, ngeri saya kemarin denger orasi yang mengatakan akan mengucurkan darah segala mecem nanti dipengadilan, bahkan lucunya melalui corong speaker  menitipkan anak istrinya kepada seseorang pejabat aktif. Ini bukan orasi menyentuh substansi tapi ngelantur,” pungkas Ketua PPWI Lebak. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *