LEBAK, AktualBanten.id – Penasehat hukum mahasiswa, Ujang Kosasih, SH., beserta timnya menyayangkan langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh Polres Lebak yang dinilai terkesan terburu-buru dan dipaksakan.
Hal ini terkait penetapan dua orang peserta aksi demo, Riki Maulana dan Mubin bin Eman, sebagai tersangka. Keduanya kini mendekam di rumah tahanan negara dengan tuduhan melakukan kekerasan terhadap orang lain dan dikenakan pasal berlapis oleh Polres Lebak, yakni Pasal 170 Ayat (1) KUHP, Pasal 360 Ayat (2), Pasal 359 KUHP jo. Pasal 55 KUHP.
Aksi demonstrasi yang diikuti oleh kedua tersangka tersebut terjadi pada 23 September 2024. Mahasiswa yang tergabung dalam Paguyuban Peduli Masyarakat Lebak berkumpul di depan Gedung DPRD Lebak untuk menolak Ketua DPRD berinisial J.
Menurut penanggung jawab aksi yang berinisial DK, alasan penolakan tersebut adalah ketidaksetujuan masyarakat terhadap Ketua DPRD yang dinilai memiliki latar belakang yang terkait dengan PKI.
Saat aksi berlangsung, terjadi kericuhan dan saling dorong antara aparat kepolisian dan para demonstran. Akibatnya, pagar gedung DPRD roboh dan menimpa salah seorang anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), yang kemudian menyebabkan penetapan dua demonstran sebagai tersangka.
Merespons situasi ini, Ujang Kosasih, SH., yang juga bertindak sebagai Penasehat Hukum PPWI Nasional, menyampaikan, bahwa ia merasa tergerak untuk menyusun Legal Opinion terkait pasal-pasal yang dijeratkan kepada peserta aksi. Ujang Kosasih menganggap, bahwa penerapan pasal berlapis terhadap Riki Maulana dan Mubin bin Eman adalah bentuk tekanan yang tidak adil terhadap mahasiswa yang hanya mengekspresikan hak menyampaikan pendapat di muka umum.
“Penegakan hukum seharusnya dilakukan secara adil dan tanpa adanya intervensi dari kekuatan politik,” ujar Ujang.
“Kami berharap keadilan ditegakkan tanpa memihak dan hak-hak mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi dijamin oleh negara.
”LEGAL OPINION UNTUK KASUS DEMONSTRASI DI LEBAK, BANTEN
Oleh: Tim Penasehat Hukum Mahasiswa Riki Maulana dan Mubin bin Eman
DASAR HUKUM1.
KUHAP – Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
2. UU Kepolisian – Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. UUD 1945 Pasal 28E – Jaminan atas kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
4. UU No. 9 Tahun 1998 – Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
5. Perkap No. 9 Tahun 2008 – Tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan, dan penanganan penyampaian pendapat di muka umum.
6. PP No. 58 Tahun 2010 – Perubahan atas PP No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.KASUS POSISIPada 23 September 2024, demonstrasi oleh Paguyuban Masyarakat Peduli Lebak (PGML) diadakan untuk menolak Juwita Wulandari sebagai Ketua DPRD Lebak, yang dituding memiliki hubungan dengan Partai Komunis Indonesia.
Demonstrasi ini berujung pada insiden robohnya pagar DPRD yang menimpa anggota Pol PP, Yadi, yang kemudian meninggal setelah menjalani perawatan.
Kapolres Lebak menetapkan Riki Maulana dan Mubin bin Eman sebagai tersangka dengan tuduhan menyebabkan kematian Yadi, berdasarkan Pasal 170 ayat (2), Pasal 360 ayat (1), dan Pasal 359 KUHP jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman lebih dari 12 tahun penjara.
PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK AKSI DEMONSTRASI
Kebebasan menyampaikan pendapat dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 9 Tahun 1998, yang memberikan perlindungan preventif dan represif. Hak atas rasa aman juga merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dilindungi negara.
Kemerdekaan ini harus dilakukan dengan tanggung jawab, tanpa merugikan pihak lain.
UNSUR-UNSUR PASAL-PASAL YANG DITERAPKAN
1. Pasal 170 KUHP – Kekerasan di muka umum oleh kelompok.Unsur-unsur: adanya jumlah besar (minimal dua orang), di muka umum, secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.Berdasarkan video yang beredar, Riki dan Mubin tidak terlibat langsung dalam aksi dorong yang menyebabkan pagar roboh.
2. Pasal 360 KUHP – Kelalaian yang menyebabkan luka berat.Unsur kelalaian, perbuatan, dan akibat perbuatan, yaitu menimbulkan luka berat.
Fakta menunjukkan bahwa kelalaian terletak pada kepolisian karena tidak adanya SOP yang memadai untuk pengamanan aksi ini.
3. Pasal 359 KUHP – Kelalaian yang menyebabkan kematian.Merupakan delik culpa (kelalaian) tanpa adanya maksud mengakibatkan kematian.Dalam perkara ini, robohnya pagar terjadi karena kurangnya pengawasan dan prosedur dari kepolisian, bukan karena kelalaian dari pihak demonstran.
4. Pasal 55 KUHP – Penyertaan tindak pidana.Unsur turut serta, menyuruh, atau membantu melakukan perbuatan pidana.Pasal ini membutuhkan adanya pelaku utama, yang dalam kasus ini tidak terbukti bahwa Riki dan Mubin adalah pelaku utama.
FAKTA-FAKTA HUKUM
Demonstrasi adalah hak konstitusional yang dijamin oleh UU No. 9 Tahun 1998.Polisi seharusnya mengawal dengan SOP yang baik untuk menjaga keamanan.Penahanan terhadap Riki dan Mubin tampak tidak proporsional, terutama karena mereka tidak terlibat langsung dalam tindakan kekerasan yang menyebabkan robohnya pagar.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Proses hukum terhadap Riki dan Mubin harus mempertimbangkan perlindungan hak atas kebebasan berpendapat yang dijamin UUD 1945 dan UU No. 9 Tahun 1998. Dalam hal ini, penerapan pasal berlapis pada Riki dan Mubin harus dievaluasi untuk memastikan penegakan hukum yang tidak diskriminatif dan proporsional.
2. Perlunya SOP yang ketat dari pihak kepolisian dalam pengamanan demonstrasi untuk menghindari insiden serupa. Kegagalan dalam penerapan SOP menjadi salah satu faktor penyebab insiden ini, yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawab dari pihak demonstran.
3. Demi keadilan, penyidik Polres Lebak dan Kejaksaan Negeri Lebak harus mempertimbangkan penerapan hukum yang lebih responsif dan sesuai dengan hak asasi manusia dalam penanganan kasus ini. (Red)